Waspadai Asing Kuasai Perbankan Nasional

Posted: April 7, 2010 in Uncategorized

Fraksi Partai Golkar DPR-RI mensinyalir adanya kartel asing di industri perbankan nasional. Itu terbukti dengan masih tingginya margin bunga atau net interest margin (NIM).

Tingginya NIM yang mencapai 7 persen, disinyalir sebagai biang keladi rendahnya daya saing produk Indonesia ditingkat global. Karena itu, Golkar meminta Bank Indonesia dan Pemerintah untuk mewaspadai perbankan nasional dikuasai kartel asing.

“Di dunia ini, cuma di Indonesia yang suku bunganya sulit turun. Dalam keadaan krisis ekonomi atau tidak, NIM perbankan nasional tetap tinggi. Ini bukti bahwa ada kartel asing yang menguasai industri perbankan nasional.” kata Sekretaris Fraksi Partai Golkar Ade Komarudin, di Jakarta 27 Januari 2010.

Tingginya margin bunga (NIM) juga dipandang FPG sebagai biang keladi rendahnya daya saing produk yang dihasilkan pengusaha nasional dalam berkompetisi di tingkat global. “Bagaimana mau kompetitif, kalau tingkat suku bunga yang harus ditanggung swasta nasional lebih tinggi dibanding dengan pengusaha, misalnya dari China. Ya, wajar saja produk kita sulit bersaing di tingkat global.”

Mengingat perbankan nasional merupakan tulang punggung perekonomian, Golkar meminta Bank Indonesia dan pemerintah untuk meyakinkan investor asing yang menguasai perbankan nasional, untuk berperan secara signifikan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.

“Kami mempertanyakan sampai sejauh mana peran BI mampu meyakinkan kalangan perbankan yang mayoritasnya dikuasai asing menekan tingkat suku bunga seiring dengan suku bunga acuan yang diputuskan oleh BI. Kalau melihat NIM perbankan nasional, Bank Indonesia sepertinya tidak berdaya menghadapi kartel asing tersebut.”

Selain itu, selama margin bunga perbankan nasional masih setinggi ini, akan menyulitkan swasta nasional tumbuh dan berkembang. “Kalo sudah demikian, jangan berharap terlalu banyak angka pengangguran dan kemiskinan akan turun secara signifikan,” tuturnya.

Karena itu, sudah saatnya, pemerintah dan Bank Indonesia mampu menekan kartel asing agar NIM perbankan nasional sesuai dengan suku bunga acuan.

Selain itu, maraknya investor asing mengincar perbankan nasional tidak terlepas dari peran IMF. Itu terbukti, semenjak ditandatangani kesepakatan Letter of Intent (LoI) dengan International Monetary Fund (IMF) dan dilanjutkan dengan pembaruan Undang-Undang Perbankan menjadi UU. No. 10 tahun 1998 di era Presiden B.J. Habibie yang membolehkan kepemilikan asing pada bank lokal mencapai 99%, investor asing semakin gencar mencaplok perbankan nasional.

Karena itu, Bank Indonesia dan pemerintah mewaspadai sepak terjang investor asing di industri perbankan nasional. “Pemerintah dan Bank Indonesia harus segera membentuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sesuai amanat UU No.3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia. Rakyat sudah mengetahui betapa lemahnya pengawasan perbankan yang dilakukan oleh BI, jadi satu-satunya jalan adalah memisahkan pengawasan perbankan dari BI sesuai amanat UU dengan membentuk OJK.”

Golkar juga meminta semua pihak untuk berkaca atas Kasus bank Century yang di caplok oleh investor asing. Karena kasus Bank Century harus dijadikan pelajaran pahit oleh otoritas moneter.

“Betapa bahayanya industri perbankan nasional dikuasai oleh asing. Begitu bank tersebut bermasalah, pemiliknya lari. Akhirnya, rakyat Indonesia juga yang harus menanggung kerugiannya.”

Dalam kajian FPG, berikut daftar perbankan nasional yang sudah dikuasai oleh investor asing:
Danamon (68,83% dimiliki oleh Temasek Holding-Singapura), Bank Buana (61% dimiliki oleh UOB Singapura), UOB Indonesia (100% dimiliki oleh UOB Singapura),NISP (72% dimiliki oleh OCBC Singapura), OCBC Indonesia (100% dimiliki oleh OCBC Singapura), Swadesi (76%dimiliki oleh State Bank of India).

Indomonex (76% dimiliki oleh State Bank of India), Nusantara (75,41% dimiliki oleh Tokyo Mitsubishi Jepang), CIMB Niaga (60,38% dikuasai oleh CIMB group Malaysia), Bumiputera (58.32% dikuasai oleh Che Abdul Daim Malaysia), BII (55,85% dikuasai oleh Maybank Malaysia), Haga (100% dimiliki oleh Rabobank Belanda), Rabobank (100% dimiliki oleh Rabobank Belanda),

Hagakita (100% dimiliki oleh Rabobank Belanda), Halim Internasional (90% dikuasai oleh ICBC Cina), Swaguna (99,98% dikuasai oleh Victoria Australia), ANK (95% dikuasai oleh Commonwealth Australia), Panin (35% dimiliki oleh ANZ Bank Australia), ANZ Panin Indonesia (100% dimiliki oleh ANZ Bank Australia), SCB Indonesia (100% dimiliki oleh Standard Chartered Bank Inggris),

Permata (44,5% dimiliki oleh Standard Chartered Bank Inggris), BTPN (71,6% dimiliki oleh Texas Pacific Amerika Serikat) dan Bank Ekonomi Raharja (88,89% dimiliki oleh HSBC Hongkong).

Tinggalkan komentar